untung99.art: Polusi Udara Jakarta Mengancam Kesehatan Warga
Untung99 menawarkan beragam permainan yang menarik, termasuk slot online, poker, roulette, blackjack, dan taruhan olahraga langsung. Dengan koleksi permainan yang lengkap dan terus diperbarui, pemain memiliki banyak pilihan untuk menjaga kegembiraan mereka. Selain itu, Untung99 juga menyediakan bonus dan promosi menarik yang meningkatkan peluang kemenangan dan memberikan nilai tambah kepada pemain.
Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian untung99.art dengan judul untung99.art: Polusi Udara Jakarta Mengancam Kesehatan Warga yang telah tayang di untung99.art terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di koresponden@untung99.art, Terimakasih.
Aulia Trisna (31), warga Pulo Gadung, Jakarta Timur, tidak heran dengan kondisi polusi udara yang buruk di Jakarta. Sepanjang hidup, ia terbiasa dengan kepulan asap yang mengelilingi lingkungan tempat tinggalnya.
Kamis (10/8/2023) siang, Trisna yang hendak pergi ke rumah kerabatnya itu tidak menggunakan masker sebagai alat pelindung diri. Bukan tidak sadar akan ancaman polusi udara, melainkan ia sudah terbiasa menghirup udara kotor perkotaan.
”Sebenarnya bukan cuek, tetapi sudah terbiasa. Apalagi, rumah saya juga tidak jauh dari pabrik. Jadi, kepulan asap sudah sering saya hirup,” ujar Trisna.
Baca juga: Warga Terpaksa Mandiri Lindungi Diri dari Polusi
Trisna mengaku tahu mengenai polusi udara yang kian memburuk beberapa waktu terakhir, termasuk berbagai macam dampak dari polusi udara. Meski tidak selalu memakai masker, ia meminimalkan menghirup udara kotor dengan bepergian menggunakan transportasi umum, seperti KRL dan MRT.
Tisna menyayangkan sikap pemerintah yang kurang sigap dalam menangani isu polusi udara. Dari dulu hingga sekarang, masalah ini tidak kunjung selesai dan bahkan semakin buruk.
Penjual makanan di kawasan Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Suwarni (52), juga merasakan hal yang sama. Hampir setiap hari, Suwarni harus bergelut dengan asap kendaraan yang berlalu lalang di depannya. Sebab, ia berjualan makanan tepat di pinggir jalan.
”Mau bagaimana lagi, kalau tidak keluar rumah, saya dan keluarga tidak makan. Mau tidak mau, ya, harus berbaur dengan polusi,” kata Suwarni.
Suwarni mengaku kurang paham terkait polusi udara dan dampaknya. Namun, ia mengatakan pernah batuk berdahak dalam kurun waktu yang lumayan lama. Setelah sembuh, ia kembali berjualan di tempat yang sama.
Baca juga: Melihat Lebih Jauh Paparan Polusi Udara Ibu Kota
Lain halnya dengan warga Jakarta Pusat, Abdullah Muttaqin (28), yang mencoba berbagai cara untuk terhindar dari polusi udara yang kian memburuk. Selain menggunakan masker, Abdul memilih menggunakan aplikasi pemantau kualitas udara untuk menghindari wilayah dengan polusi tinggi.
”Sepertinya, pandemi Covid-19 memberi makna yang sangat berharga. Dulu, masker tidak terlalu banyak digunakan. Namun, setelah adanya Covid-19, masyarakat jadi lebih sadar mengenai pentingnya masker, termasuk sebagai pelindung dari polusi udara,” tutur Abdul.
Butuh perhatian lebih
Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia sekaligus dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Narila Mutia Nasir, mengatakan, penting memakai masker saat kondisi udara sedang memburuk sebagai upaya menjaga kesehatan. Masyarakat juga dianjurkan untuk tidak membuka jendela terlalu lebar di rumah, terutama jika lokasi rumah berdekatan dengan jalan umum.
”Masyarakat harus mengurangi aktivitas di luar ruangan, terutama pada jam-jam sibuk. Menjaga kualitas udara di rumah juga penting. Namun, tidak semua masyarakat mampu untuk membeli air purifier,” kata Narila.
Saat ini, semakin banyak warga, terutama anak-anak, yang terkena infeksi saluran pernapasan akibat tingkat polusi udara yang semakin tinggi. Oleh sebab itu, kampanye dan edukasi pemerintah harus lebih terlihat. Layanan masyarakat yang berkaitan dengan polusi udara juga saat ini belum ada secara masif dan polusi udara masih bukan menjadi isu prioritas.
Baca juga: Melalui Aplikasi, Warga Waspadai Polusi Udara di Jakarta
”Namun, karena sudah terbiasa, justru sebagian masyarakat menyepelekan ancaman polusi udara. Mereka yang berpikiran seperti itu harus diberi kesadaran. Pemerintah harus melakukan sosialisasi terkait bahaya polusi udara. Upaya pengurangan dan pencegahan juga harus digencarkan,” tutur Narila.
Penyadaran masyarakat terkait ancaman polusi udara perlu ditingkatkan, terutama pada tingkat komunitas dan akar rumput yang dapat menjangkau masyarakat di daerah. Sebab, apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut, akan mengakibatkan dampak beragam, mulai dari infeksi saluran pernapasan akut hingga menyebabkan kanker.
Penyakit menular endemis yang biasa dihubungkan dengan kualitas udara (polutan/bahan pencemaran), antara lain, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), penyakit paru obstruktif kronis, dan pneumonia (radang paru-paru).
Berdasarkan laporan rutin dari fasilitas pelayanan kesehatan di DKI Jakarta, jumlah kasus ISPA pada tahun 2016 sampai 2018 mencapai jutaan kasus. Rinciannya, terdapat 1.801.968 kasus pada 2016, lalu 1.846.180 kasus pada 2017, dan 1.817.579 kasus pada tahun 2018.
Sementara itu, data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menunjukkan, penyakit pneumonia (radang paru-paru) di DKI Jakarta pada tahun 2021 sebanyak 19.973 kasus. Kemudian, penyakit tuberkulosis 26.854 kasus pada tahun yang sama.
Baca juga: Polusi Udara Ancaman Serius bagi Masyarakat Dunia
Menurut Narila, pemerintah seharusnya rutin untuk melihat data-data dari rumah sakit untuk melihat tren penyakit yang diderita warganya, terutama anak-anak. Setelah itu, pemerintah bisa menghubungkannya dengan isu polusi udara, lalu mengambil kebijakan.
”Polusi udara dapat berdampak pada kesehatan jangka panjang. Yang paling parah bisa menyebabkan kanker dan gangguan reproduksi. Polusi udara tidak bisa disepelekan meskipun jika saat ini hanya menimbulkan batuk atau pilek. Selain anak balita, anak sekolah juga rentan terkena dampak polusi udara karena banyak beraktivitas di luar rumah,” kata Narila.
Ia menambahkan, perlu juga adanya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai emisi yang bisa mencemari udara. Cara sederhana yang bisa diterapkan pada level masyarakat adalah membantu mengurangi polusi udara dengan pemakaian kendaraan bermotor seefisien mungkin.
Meskipun begitu, pemerintah juga perlu mengutamakan kenyamanan masyarakat dengan menambah jumlah dan akses transportasi umum. Sebab, masyarakat yang tempat tinggalnya tidak terjangkau transportasi umum akan memilih menggunakan kendaraan pribadi.
Tanggung jawab pemerintah
Sementara itu, Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Budi Haryanto menyampaikan, pemerintah harus turut bertanggung jawab mengendalikan polusi udara, di antaranya dengan mengatasi sumber masalah, seperti persoalan bongkar muat batubara dan kepadatan kendaraan bermotor.
”Perlindungan pada manusia tidak efektif sepenuhnya sehingga harus dibarengi dengan pengendalian dari sumber pencemaran. Meskipun penggunaan masker dan air purifier secara maksimal, tetapi sumber polutan tak diatasi, maka tak akan menyelesaikan masalah,” ujar Budi.