untung99.art: Mengenal Pahlawan Nasional Urip Sumoharjo Asal Kabupaten Purworejo
Untung99 menawarkan beragam permainan yang menarik, termasuk slot online, poker, roulette, blackjack, dan taruhan olahraga langsung. Dengan koleksi permainan yang lengkap dan terus diperbarui, pemain memiliki banyak pilihan untuk menjaga kegembiraan mereka. Selain itu, Untung99 juga menyediakan bonus dan promosi menarik yang meningkatkan peluang kemenangan dan memberikan nilai tambah kepada pemain.
Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian untung99.art dengan judul untung99.art: Mengenal Pahlawan Nasional Urip Sumoharjo Asal Kabupaten Purworejo yang telah tayang di untung99.art terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di koresponden@untung99.art, Terimakasih.
SOLOPOS.COM – Potret Urip Sumoharjo, pahlawan nasional asal Purworejo. (Istimewa/Instagram @prl_indonesia)
Solopos.com, PURWOREJO — Nama Urip Sumoharjo tentunya sudah tidak asing lagi terdengar di kalangan masyarakat Indonesia. Namanya sering kali digunakan sebagai nama jalan di kota-kota besar di Indonesia.
Bahkan namanya dijadikan sebagai salah satu rumah sakit swasta bernuansa Islam di Bandar Lampung. Walaupun namanya akrab terdengar di telinga sebagian masyarakat, nyatanya banyak masyarakat yang belum mengetahui siapa Urip Sumoharjo sebenarnya.
PromosiCara Dapat Beasiswa Biar Kuliah Gratis, Gak Jadi Beban Keluarga
Berdasarkan informasi yang didapat pada Kamis (10/8/2023) dari unggahan YouTube Historia Biography, Urip Sumoharjo merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 314 tahun 1964. Pahlawan yang lahir di Purworejo pada tanggal 22 Februari 1893 ini memiliki nama kecil Muhammad Sidik.
Urip Sumoharjo merupakan anak sulung dari seorang kepala sekolah dan tokoh Islam bernama Sumoharjo dan ibunya yang merupakan putri Raden Tumenggung Wijoyokusumo, seorang bupati Trenggalek yang sangat dihormati kala itu.
Tumbuh sebagai anak yang pemberani, sifat pemimpin Sidik kecil juga telah terlihat sejak Ia di usia belia. Dikenal sebagai anak yang nakal, akhirnya nama Muhammad Sidik pun dirubah.
Dilansir oleh buku berjudul Oerip Soemohardjo karya Amrin Imran, Bupati Wijoyokusumo, berpesan untuk mengganti nama Muhammad Sidik menjadi Oerip (Urip) dengan harapan kelak akan hidup dengan umur yang panjang.
Urip Sumoharjo memulai sekolah dasar (SD) di sekolah khusus suku Jawa yang dikepalai Sumoharjo, ayah Urip Sumoharjo. Lantaran kenakalannya tak kunjung berubah, orang tua Urip kemudian mengirimnya ke Sekolah Putri Belanda atau Europeesche Lagere Meisjesschool. Kemudian Ia pun dipindahkan ke sekolah putra.
Pada tahun terakhir Urip duduk di bangku sekolah dasar, Ia banyak mendengar kisah dari teman sang ayah yang merupakan mantan tentara. Hal inilah yang menjadi awal keinginannya untuk bergabung dengan Koninklijk Nederlands-Indische Leger atau KNIL. Dalam perkembangannya, Urip melanjutkan pendidikannya di Magelang, Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi atau Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA).
Sejak sang ibu tutup usia pada 1909, Urip menjadi tak senakal dulu dan sering kali merenung. Namun pada akhirnya Ia bangkit dan meninggalkan OSVIA pada tahun terakhirnya untuk mendaftar di akademi militer Meester Cornelis di Batavia.
Keputusannya sempat tidak disetujui oleh sang ayah. Namun pada akhirnya Urip lulus pada tahun 1914 dan dilantik sebagai letnan dua di KNIL.
Urip menjadi satu-satunya pribumi di antara tantara-tentara Belanda lainnya. Ia kerap kali mendapati perlakuan diskriminasi di KNIL. Urip ditempatkan di Batalyon XII dan beberapa kali melakukan perjalanan tugas menuju daerah-daerah di luar Jawa.
Pada tahun 1938, Urip memutuskan pensiun dan melanjutkan kehidupannya bersama sang istri di Yogyakarta. Selang dua tahun kemudian, tepatnya pada 1940, Urip dipanggil kembali untuk bertugas karena adanya ancaman serangan dari Jepang. Ia bahkan sempat menjadi tahanan penjara.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, tepatnya pada Oktober, Urip Sumoharjo diangkat menjadi kepala staf umum Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merangkap sebagai panglima sementara dengan pangkat letnan jenderal.
Urip Sumoharjo kemudian menghembuskan napas terakhirnya akibat serangan jantung pada 17 November 1948 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Yogyakarta. Ia kemudian dipromosikan sebagai jenderal penuh secara anumerta.
Beberapa bentuk penghargaan yang dimiliki Urip Sumoharjo meliputi Bintang Sakti (1959), Bintang Mahaputra (1960), Bintang Republik Indonesia Adipurna (1967), dan juga Bintang Kartika Eka Pakci Utama (1968).
Melalui sejumlah penghargaan yang dimilikinya dan pengabdiannya di dunia militer, pada tanggal 22 Februari 1964, akademi militer Indonesia di Magelang membangun tugu sebagai bukti dedikasi untuk Urip Sumoharjo.