untung99.art

untung99.art: Hari Proklamasi 17 Agustus Suara Ikonik Soekarno Bukan Rekaman Asli


Untung99 menawarkan beragam permainan yang menarik, termasuk slot online, poker, roulette, blackjack, dan taruhan olahraga langsung. Dengan koleksi permainan yang lengkap dan terus diperbarui, pemain memiliki banyak pilihan untuk menjaga kegembiraan mereka. Selain itu, Untung99 juga menyediakan bonus dan promosi menarik yang meningkatkan peluang kemenangan dan memberikan nilai tambah kepada pemain.

Berikut adalah artikel atau berita tentang Harian untung99.art dengan judul untung99.art: Hari Proklamasi 17 Agustus Suara Ikonik Soekarno Bukan Rekaman Asli yang telah tayang di untung99.art terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di koresponden@untung99.art, Terimakasih.

Jakarta

Hari proklamasi pada 17 Agustus 1945 menjadi simbol kemerdekaan Republik Indonesia. Tidak mengherankan bila pada perayaan HUT RI, suara rekaman Soekarno kala membaca teks proklamasi kerap digaungkan.

Di balik suara rekaman Soekarno yang berputar pada momen Agustusan, ternyata ada cerita tersendiri di dalamnya. Faktanya, suara ikonik Soekarno tersebut bukan direkam real time atau pada saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Atas Desakan RRI

Menurut catatan sejarah, rekaman pembacaan teks proklamasi yang kerap diperdengarkan saat ini adalah rekaman ulang yang dibuat pada akhir tahun 1951. Tepatnya, enam tahun setelah Indonesia merdeka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mengutip Boli Sabon Max dalam buku Mengenal Indonesia, suara tersebut direkam di salah satu studio Radio Republik Indonesia (RRI) yang beralamat di Jalan Medan Merdeka Barat 4-5, Jakarta Pusat. Perekaman ulang ini terwujud atas prakarsa dari salah satu pendiri RRI yang bernama Jusuf Ronodipuro.

“Rekaman tersebut merupakan satu-satunya dokumen audio otentik seputar pembacaan teks proklamasi,” demikian keterangan dalam buku tersebut.

Sumber lain dalam buku Konflik di Balik Proklamasi yang ditulis St Sularto dan Dorothea Rini Yunarti menambahkan, proses perekaman suara tersebut merupakan usaha dari Jusuf. Ia mendatangi Soekarno dan mendesaknya untuk membacakan ulang naskah proklamasi.

Mulanya, Bung Karno menolak usulan tersebut. Beliau beranggapan, teks proklamasi hanya dapat dibaca sekali pada hari proklamasi dan tidak diulangi lagi.

Namun, Jusuf yang bersikukuh pada pendiriannya mengatakan sebaliknya. Hal tersebut justru dilakukan untuk kepentingan sejarah terutama bagi generasi muda.

“Jusuf Ronodipuro membujuk Karno untuk melakukan rekaman yang pada mulanya ditolak. (Teks) proklamasi itu hanya sekali dan tidak diulang lagi, tukas Bung Karno,” sebagaimana dikutip dari Asvi Warman Adam dan Jesaias Frederik Hendrik Albert Court dalam Identitas untuk Kebangkitan.

Hingga akhirnya, master rekaman lantas dikirim ke Lokananta untuk digandakan dan disebarluaskan ke seluruh Indonesia.

Keterbatasan Perlengkapan

Usut punya usut, suara gagah Soekarno kala membacakan naskah pada hari proklamasi tidak bisa langsung direkam saat di tempat. Pasalnya, Rhien Soemohadiwidjojo dalam buku Bung Karno Sang Singa Podium mengatakan, ada kendala mati listrik hingga peristiwa bersejarah tersebut gagal diabadikan dalam bentuk rekaman audio secara real time.

“Pada saat teks naskah proklamasi dibacakan oleh Bung Karno, waktu itu tidak ada yang merekam suara ataupun video, yang ada hanyalah dokumentasi foto,” tulis buku tersebut.

Ditambah lagi, peralatan yang tersedia hanya seadanya pada saat teks proklamasi dibacakan. Jusuf Ronodipuro sendiri mengaku, suara Soekarno tidak terekam karena alat rekamannya tidak dalam kondisi yang baik.

Adapun dokumentasi foto saat proklamasi kemerdekaan diabadikan oleh Frans Soemarto Mendoer. Frans juga menyembunyikan negatif poto bersejarah tersebut di dekat sebuah pohon di halaman belakang Kantor Harian Asia Raya.

Hanya ada 3 momen yang berhasil diabadikan Frans. Ketiganya yakni, saat Bung Karno membacakan naskah proklamasi, penaikan bendera pusaka, dan suasana pemuda yang hadir saat pengibaran bendera.

Sayangnya, negatif foto peristiwa bersejarah hari proklamasi tersebut sudah tidak dapat ditemukan lagi. Rhien Soemohadiwidjojo berasumsi, negatif foto tersebut turut hancur bersama dengan dokumentasi milik Kantor Berita Antara yang dibakar pada peristiwa 1965.

Simak Video “#DemiIndonesia Maju”
[Gambas:Video 20detik]

(rah/pal)